Rabu, 03 Juni 2009

Ketidaktahuan Masyarakat Akan Hukum

Kesalahan Pemerintah Dalam Mengundangkan atau Masyarakatnya yang Tidak Perduli





Belum lama ini terdapat kasus menghebohkan mengenai penulisan keluhan terhadap pelayanan sebuah Rumah Sakit melalui internet yang berujung kepada penahanan. Permasalahan ini pun menjadi perhatian berbagai kalangan karena penulisan email mengenai keluhan melalui internet sudah menjadi hal yang umum sebelumnya dan tidak jarang HOAX yang bertebaran di itnernet mengenai sebuah produk juga sudah merupakan hal yang umum. Tapi berbeda pada kali ini justru orang yang mengeluh ditangkap bahkan ditahan dan diadili secara pidana. Menjadi perhatian lebih besar lagi ketika masyarakat menjadi prihatin karena si penulis keluhan menjadi harus mentelantarkan anak-anaknya akibat penulisan keluhan yang selama ini tidak menjadi masalah hingga sebelum terbitnya UU ITE.

Berikut ini adalah sebagian cuplikan pemberitaan kasus tersebut:





Selasa, 02/06/2009 17:45 WIB


Menulis di Internet Dipenjara Jerat Prita dengan UU ITE, Kejaksaan Bantah Terima SuapNovia Chandra Dewi - detikNews

-->Jakarta - Dikenakannya pasal UU Informasi dan Teknologi Informasi (ITE) kepada Prita Mulyasari (31) menimbulkan dugaan adanya praktik suap dalam kasus tersebut. Namun, Kejaksaan membantah keras tuduhan itu."Jangan asal tuduh, dibuktikan kalau memang ada dan dilaporkan," ucap Kapuspenkum Kejaksaan Agung, M Jasman Panjaitan, saat dihubungi Detikcom via telepon, Selasa (02/06/09). Jasman menjelaskan pasal UU ITE yang disangkakan terhadap ibu dua anak tadi sudah sesuai dengan pendapat jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, polisi hanya menuduh Prita melanggar pasal pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni Internasional, Tangerang, Banten."Dalam berkas yang dibuat penyidik Polri selain pencemaran nama baik ada juga pasal yang disangkakan mengenai pelanggaran ITE. Pelanggaran tersebut ancamannya ditahan 6 tahun atau denda sebesar 1 Milyar, dan itu sesuai dengan pendapat Jaksa penuntut umum," terangnya.Prita ditahan karena dituduh melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni lewat internet. Rencananya perempuan yang bekerja di bank swasta itu akan menjalani sidang pidana pada 4 Juni 2009.Kasus yang menimpa Prita ini berawal dari email yang dia kirim kepada teman-temannya seputar keluhannya terhadap RS Omni. Email tersebut kemudian menyebar ke publik lewat milis-milis.Dalam emailnya, Prita merasa dibohongi oleh diagnosa dokter RS Omni ketika dirawat di RS tersebut pada Agustus 2008. Dokter semua memvonis Prita menderita demam berdarah, namun kemudian menyatakan dia terkena virus udara. Tak hanya itu, dokter memberikan berbagai macam suntikan dengan dosis tinggi, sehingga Prita mengalami sesak nafas.Saat hendak pindah ke RS lainnya, Prita mengajukan komplain karena kesulitan mendapatkan hasil lab medis. Namun, keluhannya kepada RS Omni itu tidak pernah ditanggapi, sehingga dia mengungkapkan kronologi peristiwa yang menimpanya kepada teman-temannya melalui email dan berharap agar hanya dia saja yang mengalami hal serupa.Prita dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hukuman 6 tahun penjara atau denda Rp 1 miliar mengancam Prita.(amd/irw)





Rabu, 03/06/2009 11:46 WIB


Menulis di Internet DipenjaraYLKI: Konsumen Harus Lebih Kritis Pilih Kata-kataKen Yunita - detikNews

-->Jakarta - Kasus Prita Mulyasari, yang ditahan karena dituduh mencemarkan nama baik RS Omni International, cukup mencengangkan banyak pihak. Konsumen yang merasa tidak puas dengan pelayanan suatu perusahaan pun tak ayal takut untuk bersuara. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) selaku lembaga yang konsern pada perlindungan konsumen tidak mengharapkan hal tersebut. Namun konsumen diharap bisa mengambil pelajaran dari kasus Prita. "Ketidakpahaman kita tentang hukum ternyata itu menjadi potensi dikriminalkan dan menjadi bumerang buat kita. Jadi mungkin kita harus lebih kritis untuk memilih kata-kata yang tidak menuduh atau judgement," kata Ketua YLKI Huzna Gustiana Zahir kepada detikcom, Rabu (3/6/2009). Huzna menyadari, seorang konsumen yang kecewa pada pelayanan suatu tempat memang terkadang emosional dan mengeluarkan kata-kata yang bersifat menuduh. Kata-kata semacam itu memang sudah lumrah digunakan untuk konsumen yang mengadu."Tapi ternyata kata-kata semacam itu bisa berbalik ke konsumen. Jadi sebaiknya kalau ingin komplain, tunjukkan fakta yang terjadi," kata Huzna. Huzna juga mengimbau, sebaiknya komplain terlebih dulu dialamatkan ke tempat yang membuat si konsumen kecewa. Namun jika tetap tidak direspons, konsumen dapat lari ke lembaga perlindungan konsumen atau suara pembaca. (ken/nrl)



Menanggapi hal tersebut, berikut ini adalah petikan wawancara dengan pihak YLKI




Selasa, 02/06/2009 16:32 WIB


Menulis di Internet DipenjaraYLKI: Kriminalisisi Konsumen KontraproduktifNala Edwin - detikNews
facebook

-->Jakarta - Gara-gara menulis keluhan tentang RS Omni International Alam Sutera lewat internet, Prita Mulyasari harus mendekam di penjara. Sebenarnya bagaimana hak Prita sebagai konsumen dan RS Omni sebagai penyedia jasa?Berikut petikan wawancara detikcom dengan pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Daryatmo, Selasa (2/6/2009) terkait kasus yang menimpa Prita:Prita ditahan karena menulis keluhan di internet tentang RS Omni Internasional, bagaimana tanggapan Anda?Sebagai konsumen ia memang memiliki hak untuk memberikan keluhan, hal ini diatur dalam UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jadi itu adalah haknya dan harus dihargai dan haknya itu dilindungi UU. Apa Prita mesti sampai ditahan di penjara?YLKI mengangap kriminalisisi terhadap konsumen itu kontraproduktif. Sebagai RS seharusnya masukan dari pengguna jasanya didengarkan karena hal ini tentunya berguna untuk meningkatkan pelayanan.Bagaimana dengan penggunaan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk menjerat Prita?Harus diingat UU ITE tidak berdiri sendiri. Seperti saya jelaskan tadi seharusnya penerapan UU itu juga mempertimbangkan hak-hak konsumen yang diatur di UU Perlindungan Konsumen.Seharusnya bagaimana cara perusahaan menangani keluhan dari konsumen?Dalam bisnis modern, pengaduan konsumen memberikan masukan positif. Namun dalam penyampaian pengaduan konsumen juga jangan menghakimi dan seharusnya memberikan fakta-fakta yang ada kemudian minta tanggapan dari produsennya seperti apa.Jika tidak ditanggapi?Kebanyakan konsumen telah mengadukan masalahnya ke produsen, tapi tidak dilayani. Karena itulah mereka mengadu ke kita dan menulis surat pembaca. Jadi seharusnya produsen menampung keluhan mereka karena mereka kan yang bisa memberikan penjelasan seperti apa.(nal/nrl)

PERKEMBANGAN PERKARA

Rabu, 03/06/2009 16:17 WIB

Kejagung 'Bebaskan' Prita Demi Kemanusiaan dan Keadilan

Indra Subagja - detikNews

-->Jakarta - Prita Mulyasari, ibu dua anak yang ditahan di LP Wanita Tangerang karena tuduhan pencemaran nama baik RS OMNI International akhirnya dikeluarkan dari penjara. Alasannya, demi kemanusiaan dan keadilan."Alasannya kemanusiaan dan keadilan sesuai pesan Jaksa Agung agar jaksa peka terhadap keadilan," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung M Jasman Pandjaitan kepada detikcom, Rabu (3/6/2009). Status Prita sudah dialihkan dari tahanan rutan menjadi tahanan kota. Dengan begitu, Prita sudah bisa pulang ke rumah dan bertemu dua anaknya yang masih kecil-kecil. Prita, ibu dua balita, masuk sel per 13 Mei. Dia dimasukkan sel oleh jaksa setelah memasukkan UU ITE pasal 27 (3) yang ancaman hukumannya hingga 6 tahun. Dia menjadi tersangka pencemaran nama baik RS Omni International setelah menulis keluhannya lewat internet. (ken/iy)

MENCURI PERHATIAN PRESIDEN RI

Rabu, 03/06/2009 16:47 WIB

SBY Minta Penjelasan Kapolri dan Jaksa Agung Soal Prita

Luhur Hertanto - detikNews

-->Jakarta - Kasus hukum yang menimpa Prita Mulyasari juga menjadi perhatian Presiden SBY. Dia minta jajaran penegak hukum agar dalam menjalankan tugas juga memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat.Demikian kata Jubir Kepresidenan Andi Mallarangeng usai rapat koordinasi bidang polkam, Rabu (3/6/2009). Rapat berlangsung di Kantor Presiden, Jakarta."Pertimbangkan pula berbagai segi lain dan UU sehingga antara penegakan hukum dan rasa keadilan masyarakat tumbuh bersama dan klop," ujar dia.Di dalam rapat koordinasi yang berakhir sore ini, Presiden SBY meminta penjelasan tentang proses hukum kasus Prita Mulyasari kepada Kapolri Jenderal Bambang HD. Juga kepada Jaksa Agung Hendarman Supandji yang sedang berdinas di Kepri, melalui telepon.Secara bergantian Kapolri dan Jaksa Agung menjelaskan proses hukum serta UU apa saja yang digunakan. Kepada dua pejabat tinggi negara tersebut, Presiden SBY minta agar ada solusi yang terbaik."Presiden minta Jaksa Agung dan Kapolri melihat kasus ini dengan baik sehingga bisa mendapatkan solusi yang baik," tutur Mallarangeng.Mallarangeng menolak memaparkan materi yang dijelaskan Kapolri dan Jaksa Agung. Terutama tentang penggunaan UU ITE oleh pihak Kejaksaan yang justru dihindari oleh penyidik Polri."Kita tidak mau masuk dalam detail hukum," ujarnya.Status Prita sendiri saat ini adalah tahanan kota setelah dibebaskan dari penjara wanita di Tangerang. Dia akan kembali ke rumahnya di Serpong sore ini.(lh/nrl)

TANGGAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI MENGENAI PENERAPAN PASAL PENJERATAN PRITA

Rabu, 03/06/2009 14:22 WIB

Kasus Prita MulyasariKetua MK: UU ITE Sudah Benar

Didi Syafirdi - detikNews

-->Jakarta - Selain pasal KUHP, Prita Mulyasari juga dikenai pasal 27 (3) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Bahkan karena pasal terakhir yang tiba-tiba dipakai jaksa inilah Prita mendekam di LP Wanita Tangerang sejak 13 Mei lalu. Pasal 27 (3) UU ITE punya cerita sendiri. Beberapa bulan lalu, sejumlah warga negara mengajukan judicial review terhadap pasal yang berbunyi "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik" itu.Pada 5 Mei lalu, MK menolak permohonan uji materi itu karena menganggap pasal itu tidak bertentangan dengan UUD 1945. Ketua MK Mahfud MD menyatakan, pihaknya menolak permohonan uji materi itu untuk mencegah adanya pencemaran nama baik melalui dunia maya. Keberadaan UU ITE dinilai sudah benar dan tidak menciptakan dua undang-undang. "UU ITE itu benar adanya, karena memang cara-cara mencemarkan nama baik atau memfitnah bisa dilakukan lewat alat-alat elektronik," ujarnya di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (3/6/2009). Menurut Mahfud, fitnah yang dilakukan melalu dunia maya memiliki efek yang lebih luas dibandingkan dengan pencemaran lewat pidato. "Sifatnya massif dan jauh lebih meluas dan sulit juga untuk dihapus dan terlanjur beredar," katanya. Keberadaan UU ITE lanjut, Mahfud, bukanlah duplikasi dari KUHP dan tidak menciptakan dua UU, hanya saja UU ITE syarat-syaratnya harus mengikuti UU KUHP. "Harus ada pengaduan, unsur-unsurnya sama," imbuhnya. Ditanya mengenai kasus Prita Mulyasari (32) yang dikenai Pasal 27 ayat (3) UU ITE karena dianggap melakukan pencemaran nama baik RS Omni Internasional, menurut Mahfud, tinggal dibuktikan di pengadilan. "Mungkin dia tidak mencemarkan nama baik, tapi emailnya mengandung pencemaran nama baik, lalu dikirim-kirim dan sifatnya menjadi umum. Tinggal pembuktian di pengadilan," jelasnya. Untuk penerapan kasus Prita, Mahfud enggan berkomentar. Dia hanya menegaskan bahwa UU ITE sudah dibuktikan konstitusional. "Sudah di uji di MK, UU ITE konstitusional," tandasnya. Kasus Prita menarik simpati karena pemenjaraan yang terjadi padanya. Uniknya, saat di polisi, Prita hanya dikenai pasal KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun. Ketika berkas sampai di jaksa, pasal 27 (3) UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara ditambahkan sehingga Prita ditahan.(did/nrl)

Sekilas pendapat penulis:

Melihat dari permasalahan di atas, tanpa kita harus membicarakan lebih jauh mengenai apa yang seharusnya dan semestinya dan seperti apa peraturannya, kita dan khususnya pemerintah sebagai pembuat peraturan perlu untuk merujuk kembali mengenai segala rumusan peraturan yang telah dituangkan di dalam undang-undang.


Coba kita lihat, mengapa ada masyarakat yang melanggar padahal undang-undangnya sudah diundangkan. Asas di dalam perudnang-undangan di Indonesia juga menyatakan bahwa masyarakat dianggap tahu setelah diundangkan. namun, seberapa jauhkah peranan pemerintah di dalam mempublikasikan produknya tersebut? cukupkah dengan media saja? Meskipun telah diundangkan dan telah diketahui, apakah masyarakat pada umumnya paham dengan konsekuensinya? Apakah sudah jelas mengenai apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan? Kalau tidak buat apa perlu jasa konsultan hukum? Semudah itukah peraturan yang tertulis di dalam undang-undang? yakinkah tidak dapat diinterpretasikan menjadi beberapa makna???


Pertanyaan-pertanyaan di atas perlu disadari oleh pemerintah agar di masyarakat menjadi lebih tertib di dalam melakukan tindakan. Paling tidak, dengan mengetahui akibatnya, masyarakat akan memilih untuk mencari bagaimana saya memperjuangkan haknya sesuai dengan peraturan yang ada. Jika begini ceritanya, maka produk hukum akan selalu berbenturan permasalahan sosial dan apa yang dikehendaki oleh produk hukum tersebut justru menjadi tidak tercapai. Padahal pemerintah sendiri memiliki fakta mengenai berapa banyak dan seberapa besar tingkat pendidikan dari keseluruhan masyarakat Indonesia yang masih berada di bawah rata-rata. Namun, jika hukum hanya diterapkan secara sepihak dan terdapat pengampunan kepada yang lainnya jugalah tidak adil dan tidak konsekuen. Oleh karenanya perlu dibenahi kembali sosialisasi di dalam pengeluaran produk hukum yang berlaku untuk umum.


Tidak hanya UU ITE saja yang sesungguhnya bermasalah di dalam pengundangannya. Lihat saja masalah poligami saja, dimana UU Perkawinan padahal secara garis besar telah mengatur ketentuan tersebut. Sekalinya pun telah terjadi juga dengan paksa poligami tersebut, seorang istri pun masih memiliki hak untuk membatalkan pernikahan yang ada. Apakah masyarakat umum sadar akan hal tersebut? mereka yang di kampung-kampung sana (bicara dalam bahasa kasarnya) juga paham??? jelas tidak jika kita pernah menyaksikan tayangan di tv beberapa waktu yang lalu mengenai hebohnya masalah POLIGAMI yang kalau tidak salah SBY hingga turun tangan di dalam mensosialisasikan kembali UU Perkawinan tersebut agar masyarakat menjadi sadar khususnya ibu-ibu pada saat itu.

Sumber:



Pre Order HTC DESIRE, HTC WILDFIRE, IPAD, dan IPOD

YANG MAU IPAD GRATIS - JOIN DI SITTI